Solo dan Yogyakarta,
keduanya merupakan daerah di mana kebudayaan jawanya masih terasa kental. Di
kedua daerah itu pula, sejarah masa lampau, yaitu berupa Keraton masih bisa
dilihat dan dikunjungi. Solo atau Surakarta..., kalau ingat dengan kota ini,
entah kenapa yang terpikir adalah nasi liwet, timlo, dan serabi notosuman.
Lah..., efek kalau tengah malam lapar itu ternyata bisa juga bermacam-macam,
ya, hehehe....
Kuliner di Solo yang
pernah saya cicipi adalah timlo dan serabi notosumannya saja. Kalau untuk nasi
liwet, kayaknya pernah, tapi seingatan saya, sepertinya belum pernah makan,
deh. #hlah. Timlo itu mirip soto, tapi kalau menurut saya sih lebih mirip
seperti sup. Kuahnya jernih dan agak kekuningan, rasanya sedikit tajam, dan
diisi dengan sayuran dan daging semacam bihun, ayam, jamur, wortel, ataupun
kembang tahu. Makanan ini menyegarkan dan menghangatkan. Jika tidak suka dengan
sejenis sup atau soto, Nasi Liwet mungkin bisa jadi alternatif saat kulineran di
kota ini. Saat lewat di sini, saya sering melihat deretan pedagang kaki lima menjajakan
nasi Liwet di sepanjang jalan.
Nasi Liwet dimasak dengan santan dan bumbu tanpa proses pengukusan di
dandang, sehingga hasilnya adalah nasi putih yang lebih lembek dan harum. Nasi mirip seperti bubur tapi bukan bubur.
Untuk penyajiannya biasanya dipakai pincuk (piring dari daun pisang), dengan lauk gulai labu siam,
telur rebus atau telur dadar, suwiran ayam opor, dan potongan ati-ampela ayam,
ditumpangi kepala santan atau santan kental yang disebut areh. Pendamping
wajib dari nasi liwet biasanya
rambak atau krupuk kulit.