Tampilkan postingan dengan label religi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label religi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 18 September 2014



Keberadaan Masjid Mantingan tak bisa dilepaskan dari kota Jepara, Ratu Kalinyamat, serta Sultan Hadiri. Masjid Mantingan merupakan masjid kedua setelah masjid agung Demak, yang dibangun pada tahun 1481 Saka atau tahun 1559 Masehi berdasarkan petunjuk dari condo sengkolo yang terukir pada sebuah mihrab Masjid Mantingan berbunyi “RUPO BRAHMANA WANASARI” oleh R. Muhayat Syeh Sultan Aceh yang bernama R. Toyib.

 

Pada awalnya R. Toyib yang dilahirkan di Aceh ini menimba ilmu ke tanah suci dan negeri Cina (Campa) untuk dakwah Islam, dan karena kemampuan dan kepandaiannya pindah ke tanah Jawa (Jepara). R. Toyib menikah dengan Ratu Kalinyamat (Retno Kencono) putri Sultan Trenggono Sultan kerajaan Demak, yang akhirnya beliau mendapak gelar “SULTAN HADIRI”, sekaligus dinobatkan sebagai Adipati Jepara (Penguasa Jepara) sampai wafat dan dimakamkan di Mantingan Jepara.


Di makam, selain Pangeran Hadiri (Sunan Mantingan), Ratu Kalinyamat, Patih Sungging Badarduwung seorang patih keturunan cina yang menjadi kerabat beliau Sultan Hadiri bernama CIE GWI GWAN dan sahabat lainnya disemayankan. Makam selalu ramai dikunjungi terutama pada saat “KHOOL” untuk memperingati wafatnya Sunan Mantingan berikut upacara “ GANTI LUWUR “.

Ganti Kelambu ini diselenggarakan setiap satu tahun sekali pada tanggal 17 Robiul Awal sehari sebelum peringatan Hari Jadi Jepara. Makam Mantingan sampai sekarang masih dianggap sakral dan mempunyai tuah bagi masyarakat Jepara dan sekitarnya.

Kamis, 11 September 2014

Sam Poo Kong

Posted by Unknown in , ,

Berdirinya Klenteng Sam Poo Kong tidak bisa dipisahkan dari sejarah yang menceritakan mengenai kedatangan Laksamana Cheng Ho ke pesisir laut utara pulau Jawa, hingga tiba di daerah simongan, Semarang. Karena salah satu awak kapalnya sakit, Laksamana Cheng Ho akhirnya memutuskan untuk tinggal sementara di daerah Simongan tersebut. Di sana, sembari menunggu kesembuhan awak kapalnya, laksamana Cheng Ho pun menyebarkan agama islam di daerah Semarang.

Untuk memperingati pendaratan Zheng He / Cheng Ho, setiap tahunnya diadakan perayaan yang dimulai dengan upacara agama di kuil Tay Kak Sie, di Gang Lombok. Kemudian dilanjutkan mengarak patung Sam Po Kong di kuil Tay Kak Sie ke Gedong Batu (Klenteng Sam Poo Kong). Patung tersebut kemudian diletakkan berdampingan dengan patung Sam Po Kong yang asli di Gedong Batu.

Tradisi unik ini bermula sejak pertengahan kedua abad ke-19. Saat itu, kawasan Simongan dikuasai tuan tanah yang tamak. Jika hendak berkunjung ke kuil, mereka diharuskan membara uang yang cukup besar. Karena kebanyakan peziarah tak mampu membayar sesuai yang diminta si tuan tanah, maka mereka terpaksa mengalihkan peribadatan ke kuil Tay Kak Sie. Di sana, replika patung Sam Po Kong kemudian dibuat dan diletakkan di dalam kuil Tay Kak Sie. Setiap tanggal 29 atau 30 bulan keenam menurut penanggalan Imlek Cina, patung duplikat tersebut diarak dari Tay Kak Sie ke Gedong Batu yang dimaksudkan agar patung replika tersebut mendapat berkah dari patung asli yang berada di dalam kuil Gedong Batu.

Pada tahun 1879, kawasan Simongan dibeli oleh Oei Tjie Sien. Dia membebaskan lahan tersebut, sehingga para peziarah dapat bersembahyang di kuil Gedong Batu tanpa dipungut biaya apapun dan urusan pengurusan kuil diserahkan kepada Yayasan Sam Po Kong. Pawai Sam Po Kong itu dihidupkan kembali pada tahun 1937 dan terus menjadi daya tarik hingga sekarang.

Rabu, 10 September 2014



Masjid Kauman merupakan salah satu bukti peninggalan kebudayaan islam di Semarang. Masjid ini terletak di dekat pasar Johar, berada di kawasan Kauman dan dekat pula dengan kawasan pecinan. Bangunan ibadah ini didirikan sekitar abad 16 Masehi oleh Kiai Ageng Pandanaran.

Masjid Kauman sudah berkali-kali mengalami renovasi. Kiai Adipati Surohadimenggolo III, sebagai Bupati Semarang kala itu, memperluas Masjid itu pada tahun 1759-1760. Pembangunan perluasan Masjid ditandai dengan tiga buah inskripsi yang kini masih tertempel di gapura utama masjid yang bertuliskan huruf Jawa, Latin, dan Arab. Tulisannya bahkan masih sangat jelas terbaca walaupun sudah usang dimakan usia.

Masjid kembali direnovasi saat RM Tumenggung Ario Purboningrat berkuasa pada 1867. Lalu, direnovasi lagi pada tanggan 23 April 1889 oleh Asisten Residen Semarang GI Blume dan Bupati R Tumenggung Cokrodipuro. Seorang arsitek berkebangsaan Belanda bernama GA Gambier dipercaya untuk merenovasi Masjid tersebut. Meskipun sekarang telah dibangun MAJT (Masjid Agung Jaw tengah) yang lebih besar dan megah, keberadaan Masjid Kauman tetap dipertahankan. Sampai sekarang, Masjid Kauman tetap dijadikan sebagai tempat penyelenggaraan tradisi Dugderan yang merupakan peringatan awal bulan Ramadan. Sebuah tradisi yang dilakukan secara turun-temurun sejak dahulu kala. 



Masjid Agung Jawa Tengah merupakan Masjid terbesar yang ada di Jawa Tengah. Masjid ini terletak di jalan Gajah Raya, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang. Masjid, yang dibangun pada tahun 2001 dan selesai pada tahun 2006 itu, memiliki luas sekitar 10 hektar dan dibangun dengan sangat megah. Ada setidaknya 6 payung hidrolik di pelataran MAJT yang mirip seperti payung-payung besar di masjid Nabawi.

Secara arsitektur, Masjid agung Jawa Tengah memadukan 3 unsur kebudayaan, yaitu Jawa, Arab, dan Roma. Gaya arsitektur jawa bisa dilihat dari bagian dasar tiang masjid yang menggunakan motif batik seperti tumpal, untu walang, kawung, dan parang-parangan. Untuk gaya arsitektur Timur Tengah, terihat pada dinding masjid dinding masjid yang berhiaskan kaligrafi. Dari desain interior, lapisan warna yang melekat pada sudut-sudut bangunan, dan pilar-pilar berwarna ungu yang bertuliskan kaligrafi arab (mirip seperti bangunan coloseum) merupakan pengaruh dari gaya Arsitektur Roma.


Selain Masjid, di kompleks MAJT juga terdapat beberapa bangunan lain seperti convention hall, kios suvenir, kios makanan, gedung perkantoran, perpustakaan, hotel, hingga menara pandang. Ada juga restoran putar di Menara Pandang yang memiliki nama menara Al-Husna ini. Menara Al-Husna berada di ketinggian 99 meter dan menjadi perlambang dari kebesaran serta kemahakuasaan Allah. Di puncak Menara disediakan teropong yang berguna untuk melihat ke area sekeliling area Semarang. Dari sana, kita bisa melihat indahnya kota Semarang.

Untuk masuk ke area MAJT, kita tidak dipungut biaya, kecuali biaya parkir saja. Namun, jika ingin memasuki area lain seperti Menara Al-Husna setidaknya kita harus membayar Rp 3.000 per orang untuk jam kunjungan antara pukul 08.00 - 17.30 WIB. Dan bila datang pada jam 17.30 - 21.00 WIB tarif tersebut berubah menjadi Rp 4.000 per orang. Bagi yang ingin menggunakan teropong di Menara Asmaul Husna, maka harus mengeluarkan ongkos tambahan sebesar Rp 500,- per menit.

Ayo kunjungi MAJT. Sambil beribadah, kita bisa berjalan-jalan pula.
Copyright © Andre Derabal | Powered by Blogger