Keberadaan Masjid Mantingan tak bisa
dilepaskan dari kota Jepara, Ratu Kalinyamat, serta Sultan Hadiri. Masjid
Mantingan merupakan masjid kedua setelah masjid agung Demak, yang dibangun pada
tahun 1481 Saka atau tahun 1559 Masehi berdasarkan petunjuk dari condo sengkolo
yang terukir pada sebuah mihrab Masjid Mantingan berbunyi “RUPO BRAHMANA
WANASARI” oleh R. Muhayat Syeh Sultan Aceh yang bernama R. Toyib.
Pada awalnya R. Toyib yang dilahirkan
di Aceh ini menimba ilmu ke tanah suci dan negeri Cina (Campa) untuk dakwah
Islam, dan karena kemampuan dan kepandaiannya pindah ke tanah Jawa (Jepara). R.
Toyib menikah dengan Ratu Kalinyamat (Retno Kencono) putri Sultan Trenggono
Sultan kerajaan Demak, yang akhirnya beliau mendapak gelar “SULTAN HADIRI”, sekaligus
dinobatkan sebagai Adipati Jepara (Penguasa Jepara) sampai wafat dan dimakamkan
di Mantingan Jepara.
Di makam, selain Pangeran Hadiri
(Sunan Mantingan), Ratu Kalinyamat, Patih Sungging Badarduwung seorang patih
keturunan cina yang menjadi kerabat beliau Sultan Hadiri bernama CIE GWI GWAN
dan sahabat lainnya disemayankan. Makam selalu ramai dikunjungi terutama pada
saat “KHOOL” untuk memperingati wafatnya Sunan Mantingan berikut upacara “
GANTI LUWUR “.
Ganti Kelambu ini diselenggarakan setiap satu tahun
sekali pada tanggal 17 Robiul Awal sehari sebelum peringatan Hari Jadi Jepara.
Makam Mantingan sampai sekarang masih dianggap sakral dan mempunyai tuah bagi
masyarakat Jepara dan sekitarnya.