Kamis, 02 Oktober 2014

Pernahkah terpikir, bahwa tanaman-tanaman yang ada di sekitar kita ternyata mempunyai manfaat yang begitu besar untuk kesehatan kita masing-masing? Bahkan, tanaman yang kita anggap sebagai tanaman yang tidak ada manfaatnya atau bahkan tanaman pengganggu bagi keindahan tanaman kita ternyata memiliki khasiat yang cukup ampuh untuk menyembuhkan beberapa macam penyakit.

Berikut adalah beberapa tanaman yang bermanfaat bagi kesehatan maupun kesembuhan penyakit kita. Saya mengambil sebagian materinya dari buku “262 Tumbuhan Obat & Khasiatnya” karangan Drs. H. Arief Hariana, terbitan Penebar Swadaya.


Alang-alang
Alang-alang yang memiliki nama ilmiah Imperata cylindrica (L.) merupakan tanaman yang sering kita anggap sebagai tanaman pengganggu. Tanaman ini sering tumbuh begitu saja (dengan subur tentunya) di halaman-halaman atau kebun. Padahal, kalau kita mau mengenal lebih dekat, sebenarnya Alang-alang memiliki banyak sekali khasiatnya, tak terbatas untuk menurunkan demam saja, seperti untuk penyakti hepatitis menular akut, kencing berdarah, kencing nanah, muntah darah, mimisan, radang ginjal akut, atau pun peluruh kencing.


Di sini saya akan sedikit share mengenai pembuatan ramuan untuk beberapa penyakit di atas, yaitu mimisan dan muntah darah. Catatan khusus: Bagi penderita lambung lemah dan banyak kencing dilarang meminum ramuan dari alang-alang ini.

.: Muntah Darah :.
Cuci 30 – 60 gram akar alang-alang segar sampai bersih lalu potong-potong. Rebus dengan 3 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin, minum sekaligus 1 kali sehari. Lakukan secara rutin sampai sembuh.

.: Mimisan :.
Cuci bersih akar alang-alang segar secukupnya, tumbuk, lalu peras untuk memperoleh air sebanyak 100 ml. Saring air perasannya lalu minum sekaligus 1 kali sehari. Selain cara tersebut, mimisan juga dapat diobati dengan 30 gram akar alang-alang yang dipotong-potong kemudian direbus dengan 3 gelas air sampai airnya tersisa 1 gelas. Setelah dingin, minum air rebusan tersebut sekaligus sampai habis.

Alang-alang memiliki efek farmakologis di antaranya untuk penurun panas, peluruh kencing (diuretik), menghentikan pendarahan (hemostatik), menghilangkan haus, dan masuk meridian paru-paru, lambung, serta usus kecil.

Rabu, 01 Oktober 2014





Sapardi Djoko Damono
Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono (lahir di Surakarta, 20 Maret 1940; umur 74 tahun) adalah seorang pujangga Indonesia terkemuka. Ia dikenal dari berbagai puisi-puisi yang menggunakan kata-kata sederhana, sehingga beberapa di antaranya sangat populer. Sajak-sajak SDD, begitu ia sering dijuluki, telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa daerah. Ia tidak saja menulis puisi, namun juga cerita pendek. Selain itu, ia juga menerjemahkan berbagai karya penulis asing, menulis esei, serta menulis sejumlah kolom/artikel di surat kabar, termasuk kolom sepak bola.

Beberapa puisinya sangat populer dan banyak orang yang mengenalinya, seperti Aku Ingin (sering kali dituliskan bait pertamanya pada undangan perkawinan), Hujan Bulan Juni,Pada Suatu Hari Nanti, Akulah si Telaga, dan Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari. Kepopuleran puisi-puisi ini sebagian disebabkan musikalisasi terhadapnya. Yang terkenal terutama adalah oleh Reda Gaudiamo dan Tatyana (tergabung dalam duet "Dua Ibu"). Ananda Sukarlan pada tahun 2007 juga melakukan interpretasi atas beberapa karya SDD. Berikut adalah karya-karya SDD (berupa kumpulan puisi), serta beberapa esei.

 

Kumpulan Puisi/Prosa

·         "Duka-Mu Abadi", Bandung (1969)
·         "Lelaki Tua dan Laut" (1973; terjemahan karya Ernest Hemingway)
·         "Mata Pisau" (1974)
·         "Sepilihan Sajak George Seferis" (1975; terjemahan karya George Seferis)
·         "Puisi Klasik Cina" (1976; terjemahan)
·         "Lirik Klasik Parsi" (1977; terjemahan)
·         "Dongeng-dongeng Asia untuk Anak-anak" (1982, Pustaka Jaya)
·         "Perahu Kertas" (1983)
·         "Sihir Hujan" (1984; mendapat penghargaan Puisi Putera II di Malaysia)
·         "Water Color Poems" (1986; translated by J.H. McGlynn)
·         "Suddenly the night: the poetry of Sapardi Djoko Damono" (1988; translated by J.H. McGlynn)
·         "Afrika yang Resah (1988; terjemahan)
·         "Mendorong Jack Kuntikunti: Sepilihan Sajak dari Australia" (1991; antologi sajak Australia, dikerjakan bersama R:F: Brissenden dan David Broks)
·         "Hujan Bulan Juni" (1994)
·         "Black Magic Rain" (translated by Harry G Aveling)
·         "Arloji" (1998)
·         "Ayat-ayat Api" (2000)
·         "Pengarang Telah Mati" (2001; kumpulan cerpen)
·         "Mata Jendela" (2002)
·         "Ada Berita Apa hari ini, Den Sastro?" (2002)
·         "Membunuh Orang Gila" (2003; kumpulan cerpen)
·         "Nona Koelit Koetjing: Antologi cerita pendek Indonesia periode awal (1870an - 1910an)" (2005; salah seorang penyusun)
·         "Mantra Orang Jawa" (2005; puitisasi mantera tradisional Jawa dalam bahasa Indonesia)
·         "Before Dawn: the poetry of Sapardi Djoko Damono" (2005; translated by J.H. McGlynn)
·         "Kolam" (2009; kumpulan puisi)
·         "Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita" (2012)
·         "Namaku Sita" (2012; kumpulan puisi)

Selain menerjemahkan beberapa karya Kahlil Gibran dan Jalaluddin Rumi ke dalam bahasa Indonesia, Sapardi juga menulis ulang beberapa teks klasik, seperti Babad Tanah Jawa.



Mochtar Lubis
Mochtar Lubis (lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Maret 1922 – meninggal di Jakarta, 2 Juli 2004 pada umur 82 tahun) adalah seorang jurnalis dan pengarang ternama asal Indonesia. Sejak zaman pendudukan Jepang ia telah dalam lapangan penerangan. Ia turut mendirikan Kantor Berita ANTARA, kemudian mendirikan dan memimpin harian Indonesia Raya yang telah dilarang terbit. Ia mendirikan majalah sastra Horizon bersama-sama kawan-kawannya. Pada waktu pemerintahan rezim Soekarno, ia dijebloskan ke dalam penjara hampir sembilan tahun lamanya dan baru dibebaskan pada tahun 1966. Pemikirannya selama di penjara, ia tuangkan dalam buku Catatan Subversif (1980).
Pernah menjadi Presiden Press Foundation of Asia, anggota Dewan Pimpinan International Association for Cultural Freedom(organisasi CIA), dan anggota World Futures Studies Federation.

Novelnya, Jalan Tak Ada Ujung (1952 diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh A.H. John menjadi A Road With No End, London, 1968), mendapat Hadiah Sastra BMKN 1952; cerpennya Musim Gugur menggondol hadiah majalah Kisah tahun 1953; kumpulan cerpennyaPerempuan (1956) mendapatkan Hadiah Sastra Nasional BMKN 1955-1956; novelnya, Harimau! Harimau! (1975), meraih hadiah Yayasan Buku Utama Departeman P & K; dan novelnya Maut dan Cinta (1977) meraih Hadiah Sastra Yayasan Jaya Raya tahun 1979. Selain itu, Mochtar juga menerima Anugerah Sastra Chairil Anwar (1992).
Banyak sekali Sastrawan-sastrawan di Indonesia yang telah menyumbangkan jerih pikiran mereka di dunia sastra Indonesia. Berikut sedikit biografi maupun judul-judul karya yang saya rangkum dari berbagai sumber.



Taufik Ismail
Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1935. Taufiq merupakan salah seorang pendiri Dewan Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki (TIM), dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta LPKJ tahun 1968. Di ketiga lembaga itu Taufiq mendapat berbagai tugas, yaitu Sekretaris Pelaksana DKJ, Pj. Direktur TIM, dan Rektor LPKJ tahun 1968–1978. 

Setelah berhenti dari tugas itu, Taufiq bekerja di perusahaan swasta, sebagai Manajer Hubungan Luar PT Unilever Indonesia tahun 1978-1990. Pada tahun 1993 Taufiq diundang menjadi pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, Malaysia. Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di berbagai tempat, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Dalam setiap peristiwa yang bersejarah di Indonesia Taufiq selalu tampil dengan membacakan puisi-puisinya, seperti jatuhnya Rezim Soeharto, peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman Bali.

Hasil karya TAUFIQ ISMAIL
1. Tirani, Birpen KAMI Pusat (1966)
2. Benteng, Litera ( 1966)
3. Buku Tamu Musium Perjuangan, Dewan Kesenian Jakarta -buklet baca puisi tahun 1972
4. Sajak Ladang Jagung, Pustaka Jaya (1974)
5. Kenalkan, Saya Hewan (sajak anak-anak), Aries Lima (1976)
6. Puisi-puisi Langit, Yayasan Ananda (buklet baca puisi) (1990)
7. Tirani dan Benteng, Yayasan Ananda (cetak ulang gabungan) (1993)
8. Prahara Budaya (bersama D.S. Moeljanto), Mizan (1995)

AA Navis
Ali Akbar Navis atau AA Navis adalah seorang sastrawan dan budayawan terkemuka di Indonesia. Karyanya yang paling fenomenal adalah cerita pendek 'Robohnya Surau Kami' yang ia tulis pada 1955. Navis dijuluki sebagai Sang Pencemooh karena tulisannya yang mengandung kritik ceplas-ceplos dan apa adanya. 

Kegiatan tulis menulis telah Navis jalani sejak 1950. Namun hasil karyanya baru mendapat perhatian lima tahun setelah itu. Kumpulan cerpen yang berjudul Robohnya Surau Kami merupakan salah satu karya fenomenalnya yang pertama kali diterbitkan di media cetak tahun 1955. Robohnya Surau Kami juga terpilih menjadi salah satu cerpen terbaik majalah sastra Kisah. Cerpen tersebut menjungkirbalikkan logika awam tentang bagaimana seorang alim justru dimasukkan ke dalam neraka. Karena dengan kealimannya, orang itu melalaikan pekerjaan dunia sehingga tetap menjadi miskin. Dalam hal ini Navis menegaskan bahwa yang roboh itu bukan dalam pengertian fisik, tapi tata nilai, seperti yang terjadi sekarang di negeri ini. 

Sepanjang hidupnya, kakek dari 13 orang cucu ini telah melahirkan ratusan karya, mulai dari cerpen, novel, puisi, cerita anak-anak, sandiwara radio, esai mengenai masalah sosial budaya, hingga penulisan otobiografi dan biografi.  

Pandangan pria berdarah Minang ini mengenai karya sastra yang baik itu adalah keawetan sebuah karya yang dihasilkan. Ia tidak ingin karyanya hanya seperti kereta api, yang mungkin saja bagus akan tetapi hanya sekali lewat dan ada dimana-mana. Ia sendiri mengaku menulis dengan satu visi, yaitu dengan niat bukan untuk mencari ketenaran. Dalam konteks kesusastraan, Navis juga mengemukakan sebuah pandangan bahwa kurikulum pendidikan nasional di Indonesia, mulai dari SD sampai perguruan tinggi, hanya diajarkan untuk menerima, tidak diajarkan untuk mengemukakan pemikiran. Oleh karena itu, terjadi pembodohan terhadap generasi akibat tingkah polah kekuasaan. Menurutnya, dengan memfungsikan pelajaran sastra dalam kurikulum pendidikan nasional, dapat membangkitkan sikap kritis seseorang dan memahami konsep-konsep tentang kehidupan. 

(Diolah dari berbagai sumber)


Jumat, 26 September 2014


Yeaay..., ayo kita lanjut pembicaraan soal Solo lagi. Nah, apa sih yang kalian ingat kalau mendengar kata Solo? Pak Jokowi? Bisa. Apalagi hayo? Bengawan Solo? Masuk! Terus, terus..., Stasiun Balapan? Oke deh. Daaan..., Solo Batik Carnival serta Pasar Klewer? Yoaa!



SBC atau kepanjangan dari Solo Batik Carnival merupakan sebuah event tahunan yang sering diselenggarakan oleh pemerintah Kota Solo. Event ini menampilkan pagelaran para peserta yang menggunakan berbagai kostum meriah yang terbuat dari batik. Tentu saja, dalam setiap event-nya, SBC menggunakan tema yang berbeda-beda. Seperti ketika tahun 2011, SBC memakai tema Keajaiban Legenda, di tahun 2012 menggunakan tema Metamorfosis. Setiap peserta SBC merupakan warga kota Surakarta dan mendapat pelatihan serta workshop selama 4 bulan dalam tiap kegiatan ini.

Bicara mengenai SBC alias Solo Batik Carnival, tentunya langsung mengingatkan kita pada Batik, bukan. Yah, kain bercorak khusus yang kini mendunia ini, merupakan bahan dasar dalam pembuatan kostum di SBC. Jika setelah melihat SBC, Anda tertarik untuk membeli batik, maka datang saja ke Pasara Klewer. Di sana, Anda bisa membeli batik dengan harga murah dan banyak. Namun, tentu harus diingat, ada harga, ada rupa. Semakin murah harga batiknya, anda pun harus semakin teliti memerika kualitas batik tersebut.



Ada pun tempat lain yang bisa dijadikan destinasi tempat wisata di daerah Solo, yaitu Tawangmangu (berada di timur kota Solo, di Karanganyar), kawasan wisata Selo (berada di barat kota Solo, di Boyolali), agrowisata kebun teh Kemuning, Air Terjun Jumog, Air Terjun Parang Ijo, Air terjun Segoro Gunung, Grojogan Sewu, dan lain-lain. Selain itu di Kabupaten Karanganyar, tepatnya di lereng Gunung Lawu, terdapat beberapa candi peninggalan kebudayaan Hindu-Buddha, seperti Candi Sukuh, Candi Cetho, Candi Monyet, dll. Selain itu tidak jauh dari Solo juga dapat ditemui Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Ratu Boko, Candi Kalasan, dan di Yogyakarta terdapat Candi Sambisari, Candi Kalasan, dan Candi Sari.

Solo dan Yogyakarta, keduanya merupakan daerah di mana kebudayaan jawanya masih terasa kental. Di kedua daerah itu pula, sejarah masa lampau, yaitu berupa Keraton masih bisa dilihat dan dikunjungi. Solo atau Surakarta..., kalau ingat dengan kota ini, entah kenapa yang terpikir adalah nasi liwet, timlo, dan serabi notosuman. Lah..., efek kalau tengah malam lapar itu ternyata bisa juga bermacam-macam, ya, hehehe....


Kuliner di Solo yang pernah saya cicipi adalah timlo dan serabi notosumannya saja. Kalau untuk nasi liwet, kayaknya pernah, tapi seingatan saya, sepertinya belum pernah makan, deh. #hlah. Timlo itu mirip soto, tapi kalau menurut saya sih lebih mirip seperti sup. Kuahnya jernih dan agak kekuningan, rasanya sedikit tajam, dan diisi dengan sayuran dan daging semacam bihun, ayam, jamur, wortel, ataupun kembang tahu. Makanan ini menyegarkan dan menghangatkan. Jika tidak suka dengan sejenis sup atau soto, Nasi Liwet mungkin bisa jadi alternatif saat kulineran di kota ini. Saat lewat di sini, saya sering melihat deretan pedagang kaki lima menjajakan nasi Liwet di sepanjang jalan.


Nasi Liwet dimasak dengan santan dan bumbu tanpa proses pengukusan di dandang, sehingga hasilnya adalah nasi putih yang lebih lembek dan harum. Nasi mirip seperti bubur tapi bukan bubur. Untuk penyajiannya biasanya dipakai pincuk (piring dari daun pisang), dengan lauk gulai labu siam, telur rebus atau telur dadar, suwiran ayam opor, dan potongan ati-ampela ayam, ditumpangi kepala santan atau santan kental yang disebut areh. Pendamping wajib dari nasi liwet biasanya rambak atau krupuk kulit.


Kalau untuk urusan cemilan, kita bisa membeli serabi notosuman yang sudah terkenal rasany yang enak dan gurih. Ada dua jenis serabi notosuman, yang putih dan satu lagi ada taburan cokelat mesesnya. Kita bisa memesan salah satunya atau minta campurannya. Makan 3 – 4 potong serabi biasanya sudah membuat kenyang, lho. Jadi, kalau sudah makan malam dan ingin menikmati serabi notosuman, harus dikira-kira berapa banyak yang mau dimakan supaya nggak kekenyangan. Next, ayo kita bahas mengenai event atau kesenian apa saj ayang ada di Solo :D

Kamis, 25 September 2014


Pekalongan terkenal dengan industri batiknya. Mudah bagi kita untuk menemukan sentra-sentra kerajinan batik di kota ini. Selain itu, kota ini pun berada di kawasan jalur pantura, sehingga lalu lintasnya pun ramai. Selain pantai, Pekalongan pun memiliki destinasi wisata lain yang letaknya di daerah lereng gunung, seperti ekowisata Petungkriyono.


Petungkriyono merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Pekalongan, berlokasi di lereng Gunung Ragajambangan pada ketinggian 900-1600 mdpl. Wilayah ini merupakan kawasan sejuk dengan panorama pegunungan yang indah, sehingga cocok untuk tempat berwisata. Dari pusat Kabupaten Pekalongan, Petungkriyono berjarak 30 km dan dapat dicapai dengan kendaraan umum. Sebagai kawasan ekowisata, Petungkriyono merupakan lokasi yang memberikan banyak pilihan untuk memenuhi hasrat berwisata alam. Di kawasan ini pengunjung dapat memperoleh pengalaman melakukan penjelajahan alam dan kegiatan outbound.

Ada lagi Curug Muncar dan Curug Cinde, di mana Curug Muncar masih berada di sekitar kawasan lereng Gunung Ragajambangan, sedangkan Curug Cinde terletak di desa depok kecamatan Lebakbarang. Ada juga Wisata Watu Ireng dang Wisata Alam Lolong, yang masing-masing memiliki cirinya sendiri-sendiri. Seperti Watu Ireng yang memang benar-benar batu hitam besar dengan bagian dalam yang diperkirakan berongga.



Pekalongan sangat terkenal dengan nasi megononya. Nasi Megono sendiri itu apa sih? Sebenarnya sederhana, Nasio megono merupakan nasi yang diberi taburan nangka muda rebus yang telah diurapi dengan parutan kelapa serta bumbu-bumbunya. Megono berasal dari kata ‘mergo’ atau sebab dan ‘ono’, artinya ada.  

Bahan dasar nasi megono adalah nangka muda dan kelapa. Jika nangka sulit dapat, biasanya digunakan rebung sebagai penggantinya. Nangka muda dicacah hingga kecil-kecil kemudian direbus. Setelah matang dicampur dengan bumbu urap yang terdiri dari parutan kelapa dan bumbu dapur yang dihaluskan seperti bawang putih, bawang merah, cabe, jeruk purut, kencur dan garam. Menghidangkannya cukup sederhana, yaitu nasi putih langsung diberi taburan megono. Dulunya, sebelum nasi megono populer, makanan ini hanya bisa ditemukan di warung-warung makan kelas menengah ke bawah di sepanjang pekalongan hingga batang.


Selain Nasi Megono terdapat juga pindang tetel. Pindang tetel merupakan sayur berkuah berisi tetelan daging sapi dan irisan daun bawang dengan bumbu pindang, yaitu rempah-rempah bercampur kluwak. Makanan ini biasanya disajikan dengan kerupuk pasir, yaitu kerupuk yang digoreng dengan pasri. Jika disajikan dengan kerupuk yang digoreng dengan minyak, dikhawatirkan akan merusak cita rasa dari pindang tetel ini.

Kemudian, ada lagi soto berbumbu tauco, namanya kalau tidak salah tauto. Soto asal Pekalongan yang satu ini menggunakan tauco manis sebagai bumbu dengan isian daging sandung lamur, telur rebus, dan tak lupa emping. Penyajian tauto seperti soto-soto kebanyakan, nasi dengan bihun, daun bawang, lalu disiram dengan kus soto. Setelah itu baru disiram dengan dengan tauto nya, yaitu kedelai yang telah dimasak dan dihaluskan. Dengan tambahan bumbu kedelai ini, kuahnya bertambah harum dengan cita rasa yang khas.
Copyright © Andre Derabal | Powered by Blogger