Jumat, 19 September 2014


Jika udara sedang dingin memakan sesuatu yang hangat atau panas tentu terasa enak. Sama juga ketika tidak enak badan, meminum cairan yang hangat dan panas biasanya membuat badan terasa lebih enak. Namun, beda cerita kalau musim panas minum-minuman panas seperti ini. Biasanya itu akan membuat badan jadi terasa panas sekaligus keringetan, tapi efeknya, badan jadi terasa segar.

Ada berapa banyak wedang yang kalian kenal? Apa cuma wedang ronde saja? Atau wedang teh atau kopi saja? :))))

Kalau dipikir-pikir, kita ini memang benar-benar bangsa yang kaya raya, ya. Dari kuliner, seni, penduduk, alam, kita memiliki segala sesuatu dengan melimpah ruah. Ada berbagai jenis wedang yang kita punya, mulai dari Wedang ronde, wedang jahe, wedang kacang tanah, wedang roti, bajigur, teh uwuh, dan lain sebagainya. Kebanyakan wedang memakai bahan dasar jahe untuk pembuatannya, tetapi ada juga yang tidak, seperti wedang roti yang menggunakan kuah santan panas. Teh uwuh juga tidak, karena menggunakan bahan dasar teh.

Selain dinikmati sebagai minuman, wedang-wedang ini, utamanya wedang jahe ternyata memberikan manfaat untuk tubuh. Seperti misalnya menghilangkan stress, mengatasi masalah pencernaan, melancarkan peredaran darah, meningkatkan kekebalan tubuh, serta mengatasi masalah pencernaan dan meningkatkan nafsu makanan. 

Kamis, 18 September 2014



Keberadaan Masjid Mantingan tak bisa dilepaskan dari kota Jepara, Ratu Kalinyamat, serta Sultan Hadiri. Masjid Mantingan merupakan masjid kedua setelah masjid agung Demak, yang dibangun pada tahun 1481 Saka atau tahun 1559 Masehi berdasarkan petunjuk dari condo sengkolo yang terukir pada sebuah mihrab Masjid Mantingan berbunyi “RUPO BRAHMANA WANASARI” oleh R. Muhayat Syeh Sultan Aceh yang bernama R. Toyib.

 

Pada awalnya R. Toyib yang dilahirkan di Aceh ini menimba ilmu ke tanah suci dan negeri Cina (Campa) untuk dakwah Islam, dan karena kemampuan dan kepandaiannya pindah ke tanah Jawa (Jepara). R. Toyib menikah dengan Ratu Kalinyamat (Retno Kencono) putri Sultan Trenggono Sultan kerajaan Demak, yang akhirnya beliau mendapak gelar “SULTAN HADIRI”, sekaligus dinobatkan sebagai Adipati Jepara (Penguasa Jepara) sampai wafat dan dimakamkan di Mantingan Jepara.


Di makam, selain Pangeran Hadiri (Sunan Mantingan), Ratu Kalinyamat, Patih Sungging Badarduwung seorang patih keturunan cina yang menjadi kerabat beliau Sultan Hadiri bernama CIE GWI GWAN dan sahabat lainnya disemayankan. Makam selalu ramai dikunjungi terutama pada saat “KHOOL” untuk memperingati wafatnya Sunan Mantingan berikut upacara “ GANTI LUWUR “.

Ganti Kelambu ini diselenggarakan setiap satu tahun sekali pada tanggal 17 Robiul Awal sehari sebelum peringatan Hari Jadi Jepara. Makam Mantingan sampai sekarang masih dianggap sakral dan mempunyai tuah bagi masyarakat Jepara dan sekitarnya.


Sebelum menjadi tempat wisata, museum kereta api Amabarawa merupakan sebuah stasiun kereta api. Stasiun tersebut sengaja dibangun, atas perintah Raja Willem I, untuk keperluan menganngkut tentara Belanda pada masa kolonial. Kemudian tahun 1976, Stasiun Ambarawan diubah menjadi tempat melestarikan lokomotif Uap.

Di Museum ini, ada berbagai macam lokomotif-lokomotif tua yang masih terlihat baik, bahkan dua diantaranya masih bisa dipakai sebagai kereta api wisata. Kedua kereta itu tak lain adalah lokomotif nomor B 2502 dan B 2503 buatan Maschinenfabriek Esslingen. Rute wisata yang dilayani oleh kereta wisata adalah Ambarawa Bendono dan Ambarawa Tuntang dengan kapasitas 15-20 orang. Sepanjang perjalanan para pengunjung bisa menikmati hijaunya alam Ambarawa. Perlu diperhatikan, kereta wisata hanya akan beroperasi bila jumlah peserta wisata mencapai jumlah tertentu atau melayani romobongan dengan sistem sewa per gerbong.


Selain kereta api wisata, kita juga bisa melihat-lihat isi museum. Tempatnya cukup rapi dan nyaman dengan bagian peron yang besar dan luas. Ada begitu banyak lokomotif-lokomotif tua yang terparkir sekitar halaman museum. Di sini, kita juga bisa mengenal sejarah dari lokomotif-lokomotif tersebut. Bagi yang suka berjalan-jalan sambil menimba ilmu, museum kereta api sangat cocok untuk didatangi dan dilihat seperti apa tempatnya. Biaya masuknya juga cukup murah dan terjangkau, kok.

Rabu, 17 September 2014

Nasi Ayam

Posted by Unknown in ,

Kalau mendengar Nasi Ayam, mungkin yang terpikir sekilas hanyalah nasi dengan Ayam. Namun, tidak. Nasi ayam tidak seperti itu. Nasi Ayam, menu kuliner khas Semarang, memiliki kemiripan dengan nasi liwet Solo yang nyaris sulit dibedakan. Sama-sama  menggunakan nasi gurih dan disajikan dengan opor serta sayur labu siam. Namun, ada beberapa perbedaan yang bisa kita lihat antara nasi liwet Solo dengan nasi ayam Semarag. Kita bisa melihat dari ayam, sayur labu dan juga arehnya.

Ayam opor pada Nasi Liwet Solo berwarna putih, tidak memiliki kuah atau hanya dimasak kering, sedangkan pada Nasi Ayam Semarang, ayam opornya mempunyai warna lebih kuning, diberi kuah sedikit saat penyajian setelah disiram menggunakan sayur labu sebelumnya.

Kemudian, sayur labu ppada Nasi Liwet Solo dimasak menggunakan santan dan memiliki rasa yang pedas serta lebih berkuah dan memiliki warna yang pucat, sedangkan pada Nasi Ayam Semarang, sayur labu juga dimasak dengan santan, namun rasa pedas lebih terasa dan mempunyai kuah yang lebih sedikit dan warna yang lebih gelap.

Areh pada Nasi Liwet Solo dibuat dari bahan santan yang kental yang sudah menggumpal, sedangkan areh pada Nasi Ayam Semarang mempunyai warna lebih kuning, karena diambil dari kuah opor pada bagian atasnya saja, karena pada bagian atas lebih kental. Nasi Ayam ala Semarang merupakan menu khas yang bisa Anda dapatkan pada beberapa penjual di Waroeng Semawis, yang menjadi menu kuliner andalan kota Semarang atau di sebuah warung yang ada di area gang di jalan gajah mada, gang yang berada dekat dengan swiss house gajah mada.
Kudus, kota jenang, terkenal pula dengan makanan olahannya yang terbuat dari daging kerbau. Hal itu tak bisa lepas dari sejarah penyebaran agama Islam di Kudus sendiri. Yang mana, pada waktu itu, ketika Sunan Kudus menyebarkan agama Islam di tanah kudus, beliau melarang bagi umat islam di sana untuk menyembelih sapi. Hal itu tak lain untuk menjaga perasaan masyarakat hindu yang hidup berdampingan dengan kaum muslim. Akhirnya, jadilah kerbau yang disembelih oleh kaum muslimin pada waktu itu. Salah satu contoh olahan dari daging kerbau ini adalah pindang maupun soto kerbau.




Kita tahu sendiri, kerbau merupakan binatang pekerja yang di masa itu dimanfaatkan untuk membajak sawah. Bisa dibayangkan bagaimana alotnya daging kerbau ini kalau dimakan, kan? Namun nyatanya, bila diolah dan dimasak secara khusus, daging kerbau pun akan jadi empuk dan enak dimakan, seperti daging sapi. Sepiring pindang kerbau di sini enak dan sedap dimakan. Harganya pun bisa dibilang murah. Jangan sungkan untuk mencicipi enaknya pindang atau soto kerbau ketika berkunjung ke kota kudus.


Selain pindang kerbaunya, di Kudus pun ada kuliner lainnya yang bernama Garang Asem. Apa itu Garang Asem? Sejenis makanan yang terbuat dari ayam atau daging dan bumbu-bumbu yang dimasak dengan cara dikukus dengan memakai daun pisang sebagai pembungkusnya. Garang Asem sangat segar dan nikmat. Bumbu-bumbunya ada yang dibuat dengan ditumbuk, ada juga yang diiris-iris dan sangat banyak. Sedangkan untuk garang asem yang pernah saya coba di Kudus, bumbunya dipotong-potong dan sangat banyak. Bau makanan ini pun harum dengan kuah santan yang encer.


Makanan ini sangat nikmat bersama nasi hangat. Rasa segar maupun gurihnya. Satu bungkus garang asem berisi beberapa potong bagian ayam, jadi kemungkinan besar gak akan habis dimakan satu orang.

(Foto diambil dari berbagai sumber)

Selasa, 16 September 2014

Goodreads merupakan sebuah wadah media sosial bagi para pecinta buku. Dengan mendaftar di situs goodreads.com maka kita sudah bisa menjadi member sekaligus anggota Goodreads. Untuk para member, disediakan banyak fasilitas yang berkaitan dengan dunia perbukuan, seperti membuak rak buku sendiri, me-rate buku, mereview, maupun berdiskusi dengan sesama anggota grup.


Di dalam Goodreads, anggotanya menyeluruh dari segala penjuru. Namun, ada juga grup-grup besar per Negara yang kemudian bercabang ke grup-grup regional yang lebih kecil lagi. Seperti Grup Goodreads Indonesia yang terbentuk sekitar tahun 2006 atay 2007 dan bercabang menjadi regional-regional kecil seperti Goodreads regional Semarang, Yogyakarta, Jakarta, Surabaya, dan lain-lain.

Dalam komunitas pecinta buku ini, kita bisa berinteraksi dengan sesama anggota, membahas mengenai berbagai jenis genre buku, atau pun jika kita penulis, kita pun bisa membuat promosi buku kita dengan mengirimkan salah satu buku yang kita buat ke anggota Goodreads. Dengan begitu, buku kita bisa di-review oleh anggota Goodreads dan mendapat rating. Namun, bersiap-siaplah dengan bermacam tanggapan dari pembaca, karena tidak semua pembaca menanggapi secara positif buku kita.


Sebagai wadah pecinta buku, Goodreads juga bisa menjadi ajang narsis/pamer ke media sosial lainnya, karena Goodreads bisa tersambung ke twitter dan Facebook kita, sehingga apa yang kita kerjakan di goodreads, semisal membaca buku baru, memberikan review, atau memberikan rate pada suatu buku akan di-update pada buku tersebut. Selain itu, antar anggota goodreads, utamanya yang di wilayah, maka kita juga bisa saling pinjam-meminjam buku. Tapi ingat, untuk menjaga dan merawat baik-baik buku pinjaman tersebut. Jadi... jangan rugi untuk ikut gabung dengan komunitas ini.


Rawa Pening merupakan sebuah danau di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Danau ini tepatnya berada di cekungan antara Gunung Merbabu, Telomoyo, dan Ungaran. Danau ini terletak di sekitar Salatiga serta Ambarawa. Luasnya sekitar 2.6 Ha. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di sana menggantungkan hidup di danau ini. Ada yang membuka keramba ikan, atau memanfaatkan keindahan danau sebagai tempat wisata, ada pula tempat wisata rawa pening yang bisa dipakai untuk berenang.


Menurut Legenda, Rawa Pening terbentuk dari sebuah mata air kecil yang muncul dari sebuah titik dari batang lidi yang ditancapkan di tanah. Tersebutlah seorang anak kecil bernama Baru Klinting yang merupakan anak dari Ki Hajar serta Nyai Selakanta. Setelah bertahun-tahun tidak dikaruniai anak, Nyai Selakanta pun hamil dan memiliki seorang anak berwujud Naga yang kemudian diberi nama Baru Klinting. Dengan wujudnya seperti itu, Baru Klinting pun menemui Ki Hajar yang tengah bertapa. Awalnya, Ki Hajar ragu mengenai status Baru Klinting sebagai anaknya, tetapi setelah Baru Klinting menunjukkan ‘pusaka’ Baru Klinting, barulah Ki Hajar percaya. Untuk menguatkan keyakinannya, Ki Hajar meminta agar Baru Klinting mengelilingi Telomoyo.

Singkat cerita, Baru Klinting berhasil melingkari Gunung Telomoyo. Kemudian, Ki Hajar pun memerintahkan Baru Klinting untuk bertapa di Bukit Tugur untuk mendapatkan tubuh manusia. Di sinilah, kemudian terjadilah peristiwa tersebut. Tersebutlah sebuah desa yang ada di sekitar bukit Tugur tengah mengadakan bersih desa yang membuat penduduk tersebut membutuhkan buruan supaya bisa dimasak menjadi makanan enak. Setelah seharian berburu dan tidak mendapatkan apa pun, mereka pun menemukan seekor Naga yang tak lain adalah Baru Klinting. 

Orang-orang itu pun membunuh Baru Klinting dan memasak dagingnya. Kemudian setelah itu, seorang anak kecil yang merupakan perwujudan dari Baru Klinting pun muncul di desa tersebut untuk meminta sedikit sedekah dari penduduk di sekitar sana. Namun, bukannya memberi, mereka malah tidak memedulikannya. Dengan keangkuhan watak dan kesombongan mereka, Baru Klinting pun menantang penduduk desa untuk mencabut sebuah lidi yang ia tancapkan di tanah, tapi tak ada yang mampu. Kemudian, ia sendiri yang mencabutnya hingga sebuah banjir besar datang. Dalam peristiwa tersebut, Baru Klinting pun selamat bersama seorang Nenek Tua yang ia selamatkan. Akhirnya, Baru Klinting pun berubah kembali menjadi Naga dan menjaga Rawa Pening.

Legenda kurang lebih mengatakan demikian. Sampai sekarang, Rawa Pening masih terlihat biru dan luas. Keadaannya pun sejuk, karena daratan itu terletak di dekat gunung. Siapa pun yang ke sana pasti tidak akan menyesal pernah datang ke Rawa Pening.
Copyright © Andre Derabal | Powered by Blogger